Marco Polo, mencatat bahwa etnik BATTA atau BATAK merupakan suku barbar (kanibal) sebagaimana peradaban pad era tahun 1290 (di benua Eropa). Sir Thomas Stamford Raffles, pernah mengunjungi Sumatera dan menemui suku BATAK. Ia mendapati suku BATAK yang memiliki variasi budaya dan hukum soial budaya.
Banyak buku-buku ilmiah yang telah dipublikasi oleh para petualang Eropa yang telah mengunjungi pulau Sumatera, khususnya suku Batak. Dalam berbagai sebutan mereka adalah suku Batta. Diantaranya mengatakan bahwa etnik Batak (Batta) telah ada di Sumatera jauh sebelum jaman Hindu. Bahkan dikatakan juga , bahasa Batak memeliki kesesuaian dengan bahasa Sansekerta Kuno ( San Scrit Origin ). Dikatakan pula, memiliki banyak persamaan kosa kata dengan bahasa lain seperti etnik : Jawa, Melayu, Minangkabau, Nias, Sunda, Makasar dan Tagalog (Philiphine).
Tahun 1866, Prof. Albert S. Bickmore, mengunjungi Sumatera Timur dan melihat populasi suku Batak yang besar. Bickmore berpendapat bahwa suku ini populasi bertumbuh dan berkembang di daerah ini, yaitu sekitar Danau Toba dan dataran Silindung. Dari sini lah kemudian populasi ini menyebar menuju pesisir dan kemudian berbaur dengan populasi Melayu di pesisir.
Read more >>>
Suku Batta dikenal disebabkan kepercayaan mereka yang memuja dewa Bata ( Na i Bata ) atau Debata atau Dibata. Suku Batta diyakini para penulis terdahulu sebagai suku dalam dan dikenal sebagai Kanibal. Masuknya peradaban Budha dan Hindu pada awal abad ke-6 ke Sumatera membawa perubahan kultur social. Hal ini dapat dilihat dari system monarkhi dan feodlaisme kerajaan-kerajaan terdahulu du Sumatera Timur yang dipengaruhi budaya-budaya Budha dan Hindu. Konon Batak terdesak ke pedalam setelah mulai masuknya pengaruh pedangan-pedangan Persia dan Arab pada Abad ke-7. Dekade ini sekaligus dikenal sebagai awal penyebaran ajaram Islam di Nusantara. Adalah Kerajaan Samudera Pase atau Samudra Pasai di Semenanjung Malaka ( Aceh / Achin ) sebagai bagian dari negeri Batta dan kemudian menjadi Kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kerajaan modern Samudra Pasai kemudian melakukan terus melakukan penguasaan sampai keseluruh negeri Batta dan Minang Kabau.
Dalam dekade ini, pengaruh Budha dan Hindu semakin tersingkirkan dan digantikan dengan pengaruh dan ajaran Islam. Populasi Batta kemudian menjadi tercerai berai karena seringnya terjadi perang saudara diantara mereka akibat pengaruh kepentingan kereajaan-kerajaan moder pesisir waktu itu.
Pengaruh Hindu terbesar Hindu di Singasari kemudian melakukan invasi ke sumatera , Kerajaan Samudera Pasai. Pada fase ini, Pasukan Singasari dapat dipukul pasukan Samudra Pasai, bahkan konon pasukan Singasari banyak tercerai berai dipedalamnan Sumatera Timur dan akhirnya bersatu dengan populasi Batta. Dampak lain juga, di Sumatera Timur kemudian terlahir kerajaan kerajaan baru, seperti : Aceh , Tamiang, Siak. Namun demkian populasi Batta tidak memiliki kerajaan ( modern ) yang utuh, Populasi Batta tinggal berkelompok dan hidup berpindah-pindah dari satu belantara ke belantara yang lain. Meski populasi Batta memiliki sosial kekerabatan yang kuat, namun mereka terkotak-kotak, sehingga populasi ini lemah dan mudah di provokasi.
Takluknya kerajaan hindu Singasari kepada Majapahit membuat Samudra Pasai juga harus terbelah ketika Majapahit ( oleh Patih Gajah Mada ) melakukan invasi dan menundukkan Samudra pasai dan kemudian Majapahit mendirikan kerajaan-kerajaan satelit seperti Aceh Tamiang yang tunduk kepada Majapahit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar